dinamai
takbiratul ihram karena dengan takbir itu orang yang shalat diharamkan
mengerjakan setiap perkara yang dihalalkan sebelumnya dari setiap yang
membatalkan shalat. takbiratul ihram itu dijadikan permulaan shalat agar
orang yang shalat selalu mengingat artinya yang menunjukan ke agungan
ALLAH, siap untuk menaatinya, sehingga sempurnalah rasa takut dan
khusuknya.
oleh
sebab itu , takbir pun diucapkan berulang-ulang agar seseorang
selamanya merasa takut dan khusyuk dalam mengerjakan shalatnya. niat
disertakan dengan takbir , sebab takbir itu merupakan permulaan rukun
shalat , maka wajib menyertakan niat dengan takbir.
bahkan harus / wajib
mengingat setiap perkara yang diperlukan dalam niat (
qashdu,ta'arrudh,dan ta'yin ) sesuai dengan penjelasan yang telah
dikemukakan, misalnya niat qashar bagi orang-orang yang shalat qashar,
menjadi imam atau makmum dalam shalat jum'at dan niat bermakmum dalam
selain shalat jum'at dari permulaan takbir. yang demikian itu semuanya
berlangsung sampai huruf "ro" pada kalimat takbir.
menurut satu kaul
yang dibenarkan imam rafi'i menyertakan niat shalat itu cukup mulai dari
awal takbir. sedangkan menurut kitab majmu dan tanqih yang dipilih
ialah pilihan imam ( imam an-nawawi ) dan imam al-ghazali yaitu cukup
mnyertakan niat sebagaimana yang biasa dilakukan orang awam , asal
dianggap mengingat pada shalat.
1. muqoronah urfiyah yaitu menyertakan niat shalat pada sebagian takbir.
2. muqoronah haqiqiyah yaitu mengingat semua rukun shalat mulai dari takbir sampai shalat.
pendapat
ini dibenarkan pula oleh syeh subki dan beliau mengatakan.' orang yang
tidak melakukannya dengan cara itu (cukup) , maka ia terbelenggu rasa
was-was yang tercela.'
menurut pendapat imam yang tiga (selain
imam al ghazali) , cukup mendahulukan niat sebelum takbiratul ihram
dalam waktu yang singkat.
1. sabdanya :
"bila anda was-was terhadap setan , bacalah ta'awwudz dan meludahlah 3 kali kesebelah kiri"
2. barang siapa yang was-was , bacalah ta'awwudz dan doa ini tiga kali :
"ya allah sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari was-was setan khanzab.dibaca tiga kali.
3.
syeh abdul hasan syadzili berkata," barang siapa yag merasa was-was ,
tekanlah tangan kanannya ke dadanya , lalu bacalah kalimat dibawah ini :
"maha suci dzat yang menjadi raja , yang maha suci , yang maha pencipta , dan yang maha pelaksana.dibaca tujuh kali.
اَلَمْ تَرَ (tidakkah kamu memperhatikan) yakni sesungguhnya aku telah memberitahukan
hai orang yang kuajak bicara-
اَّنَّ اللّٰهَ
خَلَقَ السَّمٰوٰتِ والْاَرْضَ بِالْحَقِّ قلى(bahwa
sesungguhnya allah telah menciptakan langit dan bumi dengan hak) yakni
dengan mengandung hikmah bukan main-main. hamzah dan alkisai membacanya
khaliqusmawat
خَلِقُ السَّمٰوٰتِ
dalam bentuk isim fa'il dan di mudafka.
اِيَّشَأْيُذْهِبْكُمْ (jika dia menghendaki , bisa saja dia melenyapkan kamu) yakni membinasakan kamu -
وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيْدٍ (dan mengganti kamu dengan mahkluk yang baru) selain kamu yang jauh lebih taat kepada allah dari kamu.
وَّمَاذٰلِكَ (dan yang demikian itu) yakni melenyapkan kamu lalu mendatangkan penggantimu
عَلَى اللّٰهِ بِعَزِيْزٍ (sekali-kali tidak sukar bagi allah) yakni tidak sulit sebab YANG MAHA KUASA ITU TIDAK ADA SESUATU PUN YANG SULIT BAGINYA.
menurut
imam al ghazali sebaiknya membaca surat annas sebelum takbir karena hal
itu bisa membentengi dairimu dari godaan setan yang terkutuk.
ويتعيّن
فيه على القادر لفظ اَللّٰهُ أَكْبَرْ للإتّباع أو اللّه أكبر ولا يكفي أكبراللّه ولا
اللّه كبير أو أعظم ولا الرّحمن أكبر
bagi
orang yang mampu melafazkan bacaan takbiratul ihram itu ditentukan
mengucapkannya sebagai berikut :"allahu akbar", karena mengikuti sunnah
nabi SAW , sebagaimana sabdanya :
إذاقمت
إلى الصّلاة فكبّر
"bila kamu berdiri untuk mengerjakan shalat,bertakbirlah"
bacalah
dengan lafazh "ALLAHU AKBAR" . tidak cukup dengan "akbarullah" atau
"allahu kabir", atau "a'zham" serta "arrahmanu akbar"
ويضرّ
إخلال بحرف من اللّه أكبر وزيادة حرف يغيّر المعنى كمدّ همزة اللّه وكألف بعد الباء
وزيادة واوقبل الجلالة وتخليل واو ساكنة أو متحرّكة بين الكلمتين
antara
lafaz allah dan akbar tidak boleh terhalang oleh satu huruf pun ,
begitu pula menambah huruf yang dapat mengubah makna .misalnya
memanjangkan hamzah lafaz allah ,dengan menambahkan alif sesudah huruf
ba , menambah huruf wawu sebelum lafaz allah , menghalangi dua kalimat
itu dengan wawu sakinah atau wawu mutahrrikah.
وكذازيادة
مدّالألف الّتي بين اللّام والهاء إلى حدّ لايراه أحد من القرّاء ولا يضرّ وفقة يسيرة
بين كلمتيه و هي سكتة التّنفّس ولا ضمّ الرّاء
tidak
boleh pula menambah dengan mad alif antara lam dan ha sampai batas yang
tidak dibenarkan oleh seorang ahli qurra , tidak mudarat (boleh) diam
sebentar diantara dua kalimat takbiratul ihram yaitu diam senapas :
tidak apa-apa mendhomahkan ra pada lafaz allah
فرع
ولو
كبّر مرّات ناويا الإفتتاح بكلّ دخل فيها بالوتر وخرج منها بالشفع لأنّه لمّا دخل بالأولى
خرج بالثّانية لأنّ نيّة الإفتتاح بها متضمّنة لقطع الأولى وهكذا
cabang :
kalau
seseorang bertakbiratul ihram beberapa kali dengan niat mulai shalat
pada masing masing takbir itu , maka ia dianggap masuk shalat (sah) bila
dengan takbir yang ganjil dan keluar dari shalat (tidak sah) bila
dengan takbir yang genap , karena setiap ia memasuki shalat dengan
takbir pertama , maka dengan takbir yang kedua (genap) berarti keluar
dari shalat yakni shalatnya batal , sebab niat shalat dengan takbir
kedua itu mengandung arti membatalkan takbir pertama, demikian
seterusnya.
فإن
لم ينو ذلك ولا تخلّل مبطل كإعادة لفظ النّيّة فما بعد الأولى ذكر لا يؤثّر
kalau
tidak ada niat seperti itu dan tidak terselang oleh yang membatalkan
shalat , maka takbir sesudah yang pertama dianggap zikir yang tidak
merusak sahnya salat
ويجب
إسماعه أي التّكبير نفسه إن كان صحيح السّمع و لا عارض من نحو لغط كسائر ركن قوليّ
من الفاتحة والتّشهّد والسّلام ويعتبر إسماع المندوب القوليّ لحصول السّنّة
bacaan
takbiratul ihram wajib terdengar oleh dirinya kalau sehat
pendengarannya serta tidak ada kebisingan lain. demikian juga seluruh
rukun qauly seperti al fatihah, tasyahud , dan salam yang pertama.
diperlukan pula terdengar bacaan sunat pada dirinya untuk mendapatkan
pahala sunat karena kalau tidak terdengar tidak dapat pahala sunat.
وسنّ
جزم رائه أي التّكبير خروجا من خلاف من أوجبه
ketika membaca takbiratul ihram disunatkan :
1. menjazmkan "ra'' lafaz akbar, agar keluar dari perbedaan pendapat dengan orang yang mewajibkannya.
وجهّر
به لإمام كسائر تكبيرات الإنتقالات ورفع كفّيه أو إحداهما إن تعسّر رفع الأخرى بكشف
أي مع كشفهما ويكره خلافه و مع تفريق أصا بعهما تفريقا وسطا حذو أي مقابل منكبيه بحيث
يحاذى أطراف أصابعه أعلى أذنيه وإبهاماه شحمتي أذنيه وراحتاه منكبيه للإتّباع
2. bagi imam sunat mengeraskan bacaan takbirnya , seperti takbir-takbir intiqal
3.
mengangkat kedua telapak tangan sambil membukanya atau hanya sebelah
kalau sulit karena sakit. dan makruh hukumnya kalau tidak demikian.
4.
merenggangkan semua jari tangan dengan renggangan yang sedang.
mengangkat kedua tangan itu hingga lurus dengan kedua pundak. semua
ujung jarinya lurus pula dengan kedua ujung telinganya sebelah atas, dan
kedua ibu jari lurus dengan daun telinga sebelah bawah , dan telapak
tangan lurus dengan kedua pundaknya karena mengikuti sunnah nabi saw.
وهذه
الكيفيّة تسنّ مع جميع تكبير تحرّم بأن يقرّنه به إبتداء وينهيهما معا ومع ركوع للإتّباع
الوارد من طرق كثيرة ورفع منه أي من الرّكوع ورفع من تشهّد أوّل للأتّباع فيهما ووضعهما
تحت صدره وفوق سرّته للإتّباع أخذا بيمينه كوع يساره
cara bertakbir tersebut disunatkan pula pada semua bacaan
takbiratul ihram, yakni mengangkat kedua tangan bersamaan dengan membaca
takbiratul ihram dan selesainya pun sama. begitu pula takbir ketika
hendak rukuk karena mengikuti sunnat nabi saw yang tercantum dari
berbagai riwayat , serta ketika mengangkat kepala dari rukuk. sunnat
takbir seperti tadi ketika berdiri dari tasyahud awal karena mengikuti
sunnah nabi saw , dalam hal rukuk dan berdiri dari tasyahud.
5.
sunat menaruh kedua telapak tangan dibawah dada dan diatas pusat dengan
telapak tangan kanan memegang pergelangan tangan kiri , karena mengikuti
sunnah nabi saw.
وردّهما
من الرّفع إلى تحت الصّدر أولى من إرسالهما بالكلّيّة ثمّ استعناف رفعهما إلى تحت صّدر
setelah mengangkat
tangan , lalu mengembalikannya kebawah dada itu lebih utama daripada
melepaskannya sama sekali (menjulurkan tagan kebawah ) , kemudian
mengankatnya lagi kebawah dada.
قال
المتولّيّ واعتمده غيره ينبغى أن ينظر قبل الرّفع والتّكبير إلى موضع سجوده ويطرق رأسه
قليلا ثمّ يرفع
syeh
mutawalli (yang juga pendapat beliau diperkuat oleh alim ulama yang
lainnya ) berpendapat bahwa seyogyanya melihat dahulu ketempat sujud dan
sedikit menundukan kepala sebelum mengangkat tangan dan membaca
takbiratul ihram , kemudian mengankatnya kembali.
3. BERDIRI BAGI YANG KUAT
وثالثها
قيام قاد عليه بنفسه أو بغيره في فرض ولو منذورا أو معادا
rukun
shalat yang ketiga ialah bagi orang yang kuat berdiri sendiri atau
dengan bantuan orang lain , dalam shalat fardhu maupun shalat yang
dinadzarkan atau mu'aadah (diulang karena ingin berjama'ah)
ويحصل
القيام بنصب فقار ظهره أي عظامه الّتي هي مفاصله ولو باستناد إلى شيىء بحيث لوزال لسقط
ويكره الإستناد
berdiri itu cukup dengan menegakkan
tulung punggung yaitu sendi-sendinya , walaupun bersandar pada sesuatu ,
jika sesuatu itu lepas maka dia terjatuh . maka bersandar itu makruh.
لا
بانحناء إن كان أقرب إلى أقلّ الرّكوع إن لم يعجز عن تمام الإنتصاب
tidak
cukup dengan membungkukan badan kalau lebih dekat tingkat rukuk , jika
mampu berdiri tegak. (kalau tidak mampu , boleh sebisanya)
ولعاجز
شقّ عليه قيام بأن لحقه به مشقّة شديدة بحيث لاتحتمل عادة وضبطها الإمام بأن تكون بحيث
يذهب معها خشوعه صلاة قاعدا كراكب سفينة خاف نحو دوران رأس إن قام وسلس لا يستمسك حدثه
إلّا بالقعود وينحنى القاعد للرّكوع بحيث تحاذى جبهته ما قدّام ركبتيه
shalat
sambil duduk diperbolehkan bagi orang yang tidak mampu berdiri.
seandainya berdiri mendapat kesulitan yang tidak layak menurut adat.
imam rafi'i menetapkannya "jika hal itu menghilangkan khusunya.
contohnya orang yang naik perahu, khawatir pusing kepalanya kalau ia
shalat sambil berdiri dan orang yang beser tidak dapat menahan hadas
kecuali dengan duduk. orang yang shalat sambil duduk itu ketika rukuk
wajib membungkuk , sekira dahi berbetulan (lurus) dengan ujung lutut.
(فرع)
قال شيخنا يجوز لمريض أمكنه القيام بلا مشقّة لوانفرد لا إن صلّى فى جماعة إلّا مع
جلوس في بعضها الصّلاة معهم مع الجلوس في بعضها و إن كان الأفضل الإنفراد. وكذا إذ
قرأ الفاتحة فقط لم يقعد أو و السّورة قعد فيها جازله قراءتها مع القعود و إن كان الأفضل
تركها.إنتهى
cabang:
syaikhuna
berkata,"bagi orang sakit yang mampu berdiri tanpa kesulitan jika
shalat munfarid (shalat sendirian), tetapi tidak mampu berdiri kalau
shalat berjama'ah, kecuali harus sambil duduk pada sebagian raka'atnya,
maka ia boleh shalat berjama'ah sambil duduk pada sebagiannya, meskipun
yang lebih utama adalah munfarid (sebab bisa berdiri penuh). demikian
pula bila membaca fatihah, ia tidak sambil duduk (shalatnya) atau bila
dengan membaca surat harus sambil duduk sebagiannya, maka orang itu
boleh membaca surat sambil duduk pada sebagian raka'at meskipun yang
afdhal tidak perlu membaca surat (agar shalatnya dapat dikerjakan dengan
berdiri penuh.)"
والأفضل
للقاعد الإفتراش ثمّ التّربّع ثمّ التّورّك فإن عجز عن الصّلاة قاعدا صلّى مضطجعا على
جنبه مستقبلا للقبلة بوجهه ومقدّم بدنه لقوله صلّى اللّه عليه وسلّم
cara
yang afdhal bagi orang yang shalat sambil duduk ialah duduk
iftirasi,bersila, atau duduk tawarruk. jika tidak mampu shalat sambil
duduk, shalatlah sambil berbaring, bertumpu pada lambung sebelah kanan
dengan muka dan bagian depan menghadap kiblat.
( yang demikian itu ) berdasarkan sabda rasulullah saw :
(أخرجه البخاريّ) صلّ قائما فإن لم تستطع فقا عدا فإن لم تستطع فعلىجنب و إلّا
فأومئ
"shalatlah
sambil berdiri , kalau tidak mampu shalatlah sambil duduk . kalau tidak mampu
juga , shalatlah sambil berbaring ( miring ke sebelah kanan dengan menghadap
kiblat , muka dan bagian depan badan ) jika dengan hal tersebut tidak mampu
juga , maka shalatlah dengan isyarat."
ويكره
على الجنب الأسر بلاعذر فمستلقيا على ظهره وأخمصاه إلىالقبلة ويجب أن يضع تحت رأسه
نحو مخدّة ليستقبل بوجهه القبلة وأن يومئ إلى صوب القبلة راكعا وساجدا وباسّجود أخفض
من الإيماء إلى الرّكوع إن عجز عنهما
makruh bertumpu
pada lambung sebelah kiri tanpa udzur. kalau tidak mampu demikian, maka dengan
telentang di atas punggung , sementara kedua telapak kaki menghadap kiblat.
demikian pula wajib menaruh semacam bantal dibawah kepala agar muka menghadap
kiblat, dan berisyarat dengan kepala menghadap kiblat ketika ruku dan sujud.
isyarat untuk sujud harus lebih menunduk daripada isyarat untuk ruku, jika
tidak mampu ruku dan sujud sebagaimana mestinya.
فإن
عجز عن الإيماء برأسه أو مأبأجفانه فإن عجز أجرى أفعال الصّلاة على قلبه فلا تسقط عنه
الصّلاة مادم عقله ثابتا
bila
tidak mampu memberikan isyarat dengan kepala, berisyaratlah dengan
kelopak mata. kalau tidak mampu juga, maka lakukanlah pekerjaan shalat
itu dengan hati. tidaklah gugur kewajiban shalat seseorang selama ia
berakal (sadar).
وإنّما أخّروا القيام عن سابقيه مع تقدّ مه عليهما لأنّهما ركنان
حتّى فى النّفل وهو ركن فى الفريضة فقط
ulama
mengakhirkan penjelasan berdiri daripada niat dan takbiratul ihram,
padahal berdiri itu mendahului kedua rukun tersebut, sebab kedua rukun
itu adalah rukun shalat, walaupun pada shalat sunat, sedangkan berdiri
hanyalah rukun shalat fardhu saja.
كمتنفّل فيجوز له أن يصلّي النّفل قاعدا و مضطجعا مع القدرة
على القيام أو القعود ويلزم المضطجع القعود للرّكوع والسّجود أمّا مستلقيا فلا يصحّ
مع إ مكان الإضطجاع
seperti halnya shalat
sunat, seseorang boleh shalat sambil duduk atau berbaring di atas
lambungnya meskipun mampu berdiri atau duduk.
sabda nabi muhammad saw :
(روالبخاريّ)من
صلّى قائما فهو أفضل و من صلّى قاعدا فله نصف أجر القائم و من صلّى نائما فله نصف أجرالقاعد
"barang
siapa yang shalat sambil berdiri, itu lebih afdhal. barang siapa yang
shalat sambil duduk, maka baginya setengah dari pahala shalat sambil
sendiri. dan barang siapa yang shalat sambil berbaring, maka baginya
setengah dari pahala shalat sambil duduk."(riwayat bukhari)
bagi
orang yang shalat sunat sambil berbaring, wajib duduk ketika ruku dan
sujud. shalat sambil telentang tidak sah selama masih mampu shalat
sambil berbaring
و
فى المجموع إطلة القيام أفضل من تكثير الرّكعات و فى الرّوضة تطويل السّجود أفضل
من تطويل الرّكوع
dalam
kitab majmu dinyatakan bahwa melamakan berdiri lebih utama daripada
memperbanyak raka'at.(berdasarkan hadis,"shalat yang afdhal ialah, yang
lama berdirinya.") dalam kitab raudhah, dinyatakan bahwa melamakan sujud
lebih afdhal daripada melamakan rukuk.(berdasarkan sabda nabi
saw,."hamba yang terdekat kepada tuhannya ialah yang sedang sujud.")
4.MEMBACA SURAT AL FATIHAH
ورابعها
قراءة فاتحة كلّ ركعة في قيامها لخبرالشّيخين لا صلاة لمن لم يقرأ بفاتحةالكتاب أي
في كلّ ركعة إلّا رعة مسبوق فلا تجب عليه فيها حيث لم يدرك زمنا يسع الفاتحة من قيام
الإمام ولو في كلّ الرّكعاة لسبقه فى الأولى
rukun
shalat yang ke empat ialah membaca
surat al fatihah setiap raka'at
ketika berdiri , berdasarkan hadis syaikhain: "tidak sah shalat bagi
orang yang tidak membaca fatihah." yakni setiap raka'at, kecuali
masbuq
(makmum yang tidak sempat menghabiskan bacaan fatihahnya).bagi masbuq
tidak diwajibkan membaca surat al fatihah sekira tidak mendapatkan waktu
yang cukup untuk membacanya sejak imam berdiri, walaupun pada setiap
raka'at, sebab imam mendahuluinya pada raka'at pertama
sabda nabi SAW :
(رواه أبوداود وغيره) الإمام
ضامن
"imam itu menanggung makum." (riwayat abu daud dan lainnya)
makmum
tertinggal dari imam karena berdesakan , lupa tau lambat gerakannya,
sehingga setiap makmum berdiri dari sujud, imam sudah rukuk lagi. maka
imam yang suci menanggung fatihah makmumnya (pada setiap raka'at),
selain raka'at tambhaan atau pada sebagian fatihahnya.
ولوتأخّرمسبوق
لم يشتغل بسنّة لإتمام الفاتحة فلم يدرك الإمام إلّا وهو معتدل لغت ركعته
jika masbuq yang tidak sibuk dengan amalan sunat tertinggal
menyeselesaikan bacaan surat al fatihah, lalu ia tidak sempat menyusul
imam kecuali sesudah i'tidal, maka raka'atnya percuma
مع
بسملة أي مع قراءة البسملة فإنّها أية منها لأنّه صلّى اللّه عليه وسلّم قرأها ثمّ
الفاتحة وعدّها أية منها وكذا من كلّ سورة غيربراة
membaca
fatihah itu disertai basmalah, sebab basmalah itu termasuk ayat
fatihah. sebagaimana nabi saw.,beliau membaca basmalah, lalu membaca
fatihah. beliau menghitung basmalah sebagai ayat dari fatihah. begitu
juga semua surat selain surat bara-ah. (sabdanya:"bila kamu membaca fatihah, bacalah
bismilah:sebab fatihah itu induk alquran, dan basmalah termasuk
ayatnya.")
ومع
تشديدات فيها وهي أربع عشرة لأنّ الحرف المشدّد بحرفين فإذا خفّف بطل منها حرف
demikian pula tasydid yang berjumlah empat belas, sebab huruf
yang ditasydid itu dua huruf. bila di takhfif, maka hilanglah satu huruf
ومع
رعاية حروف فيها وهي على قراءة ملك بلاألف مائة وواحد وأربعون حرف وهي مع تشديدتها
مائة وخمسة وخمسون حرفا
harus menjaga semua huruf fatihah, yaitu menurut qiraat "maliki"
tanpa alif, berarti seratus empat puluh huruf. huruf fatihah berikut
tasydid ada seratus lima puluh lima huruf.
ومخارجها
أي الحروف كمخرج ضاد وغيرها فلو أبدل قادر أو من أمكنه التّعلّم حرفا بأخر ولوضادا
بظاء أولحن لحنا يغيّر المعنى ككسرتاء أنعمت أوضمّها وكسر كاف إيّاك لا ضمّها فإن تعمّد
ذلك و علم تحريمه بطلت صلاته وإلّا فقراءته
juga
memelihara semua makhrojnya,seperti makhroj dhod dan lainnya. kalau
orang yang dapat membaca dengan fasih atau sempat belajar, kemudian
menggantikan huruf dengan huruf lain walaupun dhod dengan zha atau salah
bacaannya sehingga mengubah makna, seperti kasroh ta pada lafaz an'amta
atau di dhommah ta'nya , atau kasroh kafnya pada lafaz iyyaka, bukan
dhommah. bila sengaja mengubah makna serta mengetahui bahwa itu haram,
maka batal shalatnya. bila tidak sengaja maka bacaannya saja yang batal (
wajib mengulanginya )
نعم
إن أعاده على الصّواب قبل طول الفصل كمل عليها أمّا عاجز لم يمكنه التّعلّم فلا تبطل
قراءته مطلقا وكذا لاحن لحنا لا يغيّر المعنى كفتح دال نعبد لكنّه أن تعمّد حرم و إلّا
كره
demikianlah,
kalau ia mengulangi bacaan yang salah agar benar dalam tempo yang
singkat, maka sempurnakanlah bacaan fatihahnya. (kalau lama,harus mulai
dari awal). adapun orang yang lemah, tidak mungkin dapat belajar dengan
baik, maka tidak batal bacaanya secara mutlak (sengaja ataupun tidak
sengaja). demikian pula orang yang salah bacaanya yang tidak mengubah
makna, seperti mem fathahkan dal pada lafadz na'budu. tetapi bila
sengaja, jelaslah hukunya haram. sebaliknya bila tidak disengaja maka
hukumnya makruh
ووقع
خلاف بين المتقدّمين والمتأخرين فى الهمدللّه بالهاء و فى النّطق بالقاف المتردّدة
بينها وبين الكاف
terjadi
perbedaan antara ulama zaman dahulu (mutaqaddimin) dan muta akhirin
mengenai lafadz alhamdulillah dengan ha dan mengucapkan qaf yang
diragukan antara qaf dan kaf
وجزم
شيخنا في شرح المنهاج بالبطلان فيهما إلّا إن تعذر عليه التّعلّم قبل خروج الوقت لكن
جزم بالصّحّة فى الثّانية شيخه زكريّا و فى الأولى القاضى وابن الرّفعة
syaikhuna
menetapkan dalam kitab syarah minhaj bahwa keduanya batal, kecuali
tidak sempet belajar sebelum habis waktunya. akan tetapi yaitu syekh
zakaria al anshari menetapkan bahwa sah mengenai masalah kedua yaitu
masalah huruf qof mirip dengan kaf . sementara menurut qodhi iyadh dan
ibnu rif'ah mengesahkan masalah pertama yaitu alhamdu dengan huruf ha
ولو
خفّف قادر أوعاجز مقصّر مشدّدا كأن قرأ ال رحمن بفكّ الإدغام بطلت صلاته إن تعمّد وعلم
و إلّا فقراء ته لتلك الكلمة
seandainya
seseorang yang mampu membaca dengan fasih atau lemah meringankan bacaan
yang ditasydid, misalnya "al-rahman"dibaca tanpa idgham,maka shalatnya
batal bila ia membacanya dengan sengaja dan sadar. kalau tidak demikian,
maka bacaan yang salah itu harus diulang kembali.